Lies Tania Tantri & Associates, 16 Juli 2014
Surat Keterangan Bebas (SKB) dari Pemotongan atau Pemungutan Pajak
Sebagaimana telah dijelaskan pada http://liestania.co.id/menghindari-kelebihan-bayar-pph artikel sebelumnya, Pajak Penghasilan (PPh) yang akan terutang atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak (baik Orang Pribadi maupun Badan) selama satu tahun pajak akan dilunasi melalui pembayaran sendiri atau pemotongan oleh pihak ketiga selama tahun pajak berjalan dan disebut sebagai pembayaran uang muka pajak.
Contoh: untuk tahun pajak 2014 ini, maka pajak terutang atas penghasilan yang akan diterima oleh Wajib Pajak (baik Orang Pribadi maupun Badan) selama tahun 2014 (yang baru dapat diketahui setelah tahun 2014 berakhir), harus dilunasi terlebih dahulu selama tahun berjalan (dari 1 Januari 2014 s.d. 31 Desember 2014).
Pelunasan selama tahun berjalan ini dapat dilakukan melalui mekanisme penyetoran PPh yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dan mekanisme pemotongan PPh (withholding) yang dilakukan oleh pihak ketiga yang melakukan transaksi dengan Wajib Pajak yang bersangkutan.
Karena pelunasan pajak yang dilakukan selama tahun berjalan ini adalah merupakan pembayaran uang muka pajak dan perhitungannya adalah berdasarkan perkiraan atau prediksi dari jumlah PPh yang akan terutang selama satu tahun pajak, maka tentulah pelunasan pajak selama tahun berjalan ini berpotensi menimbulkan kelebihan atau kekurangan pembayaran PPh. Apabila terjadi kelebihan pembayaran PPh akibat setoran yang dilakukan selama tahun berjalan, maka tentunya ini akan kurang efisien bagi Wajib Pajak bahkan dapat mengganggu likuiditas keuangan Wajib Pajak.
Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak untuk menghindari atau meminimalkan potensi terjadinya kelebihan bayar PPh akibat pelunasan PPh selama tahun berjalan melalui mekanisme pemotongan PPh (withholding) oleh pihak ketiga adalah dengan cara mengajukan permohonan untuk dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh. Wajib Pajak yang mendapatkan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak ketiga/lawan transaksi akan memperoleh Surat Keterangan Bebas (SKB) dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat terdaftar.
Surat Keterangan Bebas (SKB) dari Pemotongan Pajak
Surat Keterangan Bebas (SKB) diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pemotongan dan/atau pemungutan baik untuk jenis PPh maupun PPN. Dalam pembahasan selanjutnya, penulis hanya akan membahas mengenai SKB atas PPh, sedangkan SKB PPN akan dibahas di lain kesempatan.
SKB dari Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh Wajib Pajak dapat diajukan oleh Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena:
a. Mengalami kerugian fiskal;
b. Berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal;
c. Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang;
d. Wajib Pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final,
Jenis-Jenis SKB dari Pemotongan PPh
SKB dari Pemotongan PPh dapat diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas permohonan dari Wajib Pajak untuk mendapatkan pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh atas jenis pajak:
1. Pemotongan PPh Pasal 21
2. Pemungutan PPh Pasal 22 oleh:
a. Bendahara
b. Pedagang Pengumpul dan Untuk Industri Tertentu
c. Impor
3. Pemotongan PPh Pasal 23
4. Pemotongan PPh Final, atas:
a. Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI yang diterima atau diperoleh
Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
b. Penghasilan dari pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan bagi Wajib Pajak
yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Wajib Pajak yang Berhak Mendapatkan SKB dari Pemotongan PPh
Wajib Pajak yang berhak untuk mendapatkan SKB dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh adalah Wajib Pajak yang dalam tahun berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang PPh:
1. Akibat mengalami kerugian fiskal karena:
a. Wajib Pajak yang baru berdiri dan masih dalam tahap investasi;
b. Wajib Pajak belum sampai pada tahap produksi komersial; atau
c. Wajib Pajak mengalami suatu peristiwa yang berada di luar kemampuan (force majeur).
2. Karena berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal yang berasal dari kerugian tahun-tahun pajak sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan.
3. Karena PPh yang telah dibayar lebih besar dari PPh yang akan terutang.
4. Wajib Pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final.
Saat ini terdapat 2 (dua) ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh. Kedua ketentuan yang mengatur tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2011 dan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-32/PJ/2013.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2011 mengatur mengenai tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang berlaku secara umum. Sedangkan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-32/PJ/2013 adalah tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang berlaku khusus untuk Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu yang dikenakan PPh final sebesar 1% atas peredaran bruto, sesuai dengan ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013.
Tata Cara Pengajuan SKB dari Pemotongan PPh (Umum)
Tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari Pemotongan PPh secara umum diatur dalam ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2011. Ketentuan untuk pengajuan SKB adalah sebagai berikut:
1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan SKB dari Pemotongan PPh secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan syarat telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak terakhir sebelum tahun diajukannya permohonan, kecuali untuk Wajib Pajak yang baru berdiri/baru terdaftar.
2. Permohonan SKB dari Pemotongan PPh ini diajukan untuk setiap jenis PPh. Artinya permohonan SKB harus diajukan masing-masing dalam surat tersendiri untuk setiap jenis PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 22 Impor dan/atau PPh Pasal 23.
3. Permohonan SKB dari Pemotongan PPh ini harus diajukan dengan menggunakan surat yang bentuknya sesuai dengan yang ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2011.
4. Bagi Wajib Pajak yang mengajukan permohonan SKB yang dapat membuktikan tidak akan terutang PPh karena mengalami kerugian fiskal, berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal atau PPh yang telah dibayar lebih besar dari PPh yang akan terutang; wajib melampirkan penghitungan PPh yang diperkirakan akan terutang untuk tahun pajak diajukannya permohonan.
Jangka Waktu Penerbitan SKB dari Pemotongan PPh oleh Kantor Pelayanan Pajak
Atas permohonon pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang diajukan oleh Wajib Pajak ini harus diterbitkan keputusan (baik berupa Surat Keterangan Bebas atau surat penolakan) oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak dalam jangka waktu paling lama 5 hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. Apabila dalam jangka waktu 5 hari ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak masih belum memberikan keputusan, maka permohonan Wajib Pajak dianggap diterima dan dalam 2 hari kerja harus sudah diterbitkan SKB-nya.
Tata Cara Pengajuan SKB dari Pemotongan PPh Bagi Wajib Pajak Yang Dikenakan PPh Sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013
Bagi Wajib Pajak yang memiliki penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final sesuai dengan ketentuan http://liestania.co.id/pajak-penghasilan-untuk-usaha-kecil-dan-menengah PP Nomor 46 Tahun 2013, tata cara pengajuan permohonon pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPhnya diatur dalam ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-32/PJ/2013. Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh bagi Wajib Pajak yang dikenakan PPh Final sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013 harus diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh dengan syarat:
1. Telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukan permohonan, untuk Wajib Pajak yang telah terdaftar pada tahun pajak sebelum tahun pajak diajukannya SKB.
2. Menyerahkan surat pernyataan yang menyatakan bahwa peredaran bruto usaha yang diterima atau diperoleh termasuk dalam kriteria untuk dikenakan PPh bersifat final dan bagi Wajib Pajak yang terdaftar pada tahun pajak yang sama dengan tahun pajak diajukannya SKB harus disertai lampiran jumlah peredaran bruto setiap bulan sampai bulan sebelum diajukannya SKB.
3. Menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi seperti Surat Perintah Kerja, Surat Keterangan Pemenang Lelang dari Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung sejenis lainnya.
4. Permohonan ini diajukan untuk setiap pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23 dan harus ditandatangani oleh Wajib Pajak atau apabila ditandatangani oleh Kuasa sesuai ketentuan Pasal 32 UU KUP, harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.
Jangka Waktu Penerbitan SKB dari Pemotongan PPh oleh Kantor Pelayanan Pajak
Atas permohonon pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang diajukan oleh Wajib Pajak ini harus diterbitkan keputusan (baik berupa Surat Keterangan Bebas atau surat penolakan) oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak dalam jangka waktu paling lama 5 hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. Apabila dalam jangka waktu 5 hari ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak masih belum memberikan keputusan, maka permohonan Wajib Pajak dianggap diterima dan dalam 2 hari kerja harus sudah diterbitkan SKB-nya.
Legalisasi Fotokopi SKB
Untuk mendapatkan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan ketika Wajib Pajak melakukan transaksi dengan pihak Pemotong dan/atau Pemungut Pajak, maka Wajib Pajak yang telah mendapatkan SKB PPh ini harus menyerahkan kepada Pemotong dan/atau Pemungut Pajak fotokopi SKB PPh yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunannya.
Untuk mendapatkan legalisasi atas fotokopi SKB ini, Wajib Pajak harus mengajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dengan syarat:
1. Menunjukkan SKB PPh yang telah diperoleh dari KPP;
2. Menyerahkan bukti penyetoran PPh yang bersifat final sesuai ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013 untuk setiap transaksi yang akan dilakukan dengan pemotong dan/atau pemungut berupa SSP lembar ke-3 yang telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Penyerahan bukti penyetoran PPh yang bersifat final ini tidak diperlukan untuk transaksi yang dikenai pemungutan PPh Pasal 22 atas:
a. Impor;
b. Pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
c. Pembelian hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif dan industri farmasi;
d. Pembelian kendaraan bermotor di dalam negeri.
3. Mengisi identitas Wajib Pajak pemotong dan/atau pemungut PPh dan nilai transaksi pada kolom yang tercantum dalam SKB (di ketentuan ini tidak disebutkan apakah diisi pada SKB yang asli atas fotokopi, namun prakteknya adalah pada SKB yang telah difotokopi).
4. Fotokopi SKB ini diajukan dalam rangkap 3 (tiga), yang peruntukkannya adalah untuk KPP tempat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh, untuk diserahkan kepada Wajib Pajak Pemotong/Pemungut Pajak, dan untuk diserahkan kepada KPP tempat pemotong dan/atau pemungut terdaftar.
5. Jangka waktu proses legalisasi fotokopi SKB ini dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja sejak permohonan legalisasi diterima lengkap. (SYA)