Lies Tania Tantri & Associates, 30 Desember 2014
Setiap tahunnya transaksi penjualan properti di Indonesia selalu meningkat. Peningkatan transaksi penjualan properti ini selain dipengaruhi oleh faktor kebutuhan masyarakat Indonesia akan rumah sebagai tempat tinggal yang semakin tinggi, juga disebabkan adanya sebagian masyarakat yang sengaja untuk berinvestasi dalam bidang properti. Saat ini banyak orang yang memilih berinvestasi di bidang propertikarena harga properti yang meningkat sangat cepat sehingga akan sangat mudah untuk mendapatkan keuntungan dari bisnis ini.
Membaca adanya peluang dari permintaan pasar akan properti yang sangat tinggi ini membuat para pengusaha properti tidak menyia-nyiakan kesempatan dengan terus mengembangkan beraneka ragam bentuk dan tipe properti yang ditawarkan ke pasar. Bahkan saat ini para pengembang dari properti sudah tidak perlu lagi membangun properti hingga siap huni baru dipasarkan. Namun para pengembang saat ini cukup dengan memiliki lahan saja, sudah dapat mulai memasarkan properti tanpa ada bangunannya. Para konsumen yang membeli properti ini pun mulai melakukan transaksi pembelian dengan membayar seharga nilai properti yang sudah dibangun dengan cara melakukan pembayaran bertahap (cicilan). Karena proses pembangunan properti yang belum selesai serta adanya ketentuan dari Undang-undang pertanahan yang tidak memperbolehkan pengembang untuk melakukan transaksi penjualan properti mengakibatkan transaksi jual beli pun harus ditunda hingga seluruh proses pembangunan selesai. Sehingga pada saat transaksi awal dilakukan (yaitu pembayaran uang muka dan pembayaran bertahap), antara pengembang dengan pembeli hanyalah membuat suatu perjanjian yang disebut sebagai Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Kelak setelah proses pembangunan dan administrasi pemecahan sertifikat sudah selesai, barulah dibuat Akta Jual Beli (AJB).
Biasanya jangka waktu antara proses PPJB hingga ke proses AJB memakan waktu yang cukup lama (dapat memakan waktu 1 tahun atau lebih). Dalam waktu yang selama ini, kecenderungan harga pasar dari properti tersebut dapat meningkat hingga beberapa kali lipat. Dalam prakteknya, sering kita temui bahwa pihak pembeli yang sudah mengikat dengan pihak pengembang untuk membeli properti tersebut melalui PPJB (kita sebut saja pembeli pertama) kemudian mengalihkan (menjual) properti yang telah dibelinya tersebut kepada pihak ketiga (kita sebut saja pembeli kedua) sebelum dilakukan proses AJB antara pihak pengembang dengan pihak pembeli pertama.
Untuk kasus ini, proses AJB akan dibuat dengan mengalihkan hak kepemilikan tanah dan bangunan dari pihak pengembang kepada pihak pembeli kedua (tanpa melalui pihak pembeli pertama).
Perlakuan PPh atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Sebelum AJB
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, saat ini banyak terjadi kasus semacam ini dimana Wajib Pajak pemegang hak atas tanah dan/atau bangunan yang telah dibeli dari pengembang dan belum dilakukan penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) namun mengalihkan kembali hak kepemilikannya kepada pihak lain sebagai pihak pembeli kedua. Karena adanya potensi bahwa transaksi ini sulit untuk dideteksi, maka pihak Direktorat Jenderal Pajak segera mengeluarkan surat penegasan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2014 tanggal 14 Agustus 2014 tentang Pengawasan atas Transaksi Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Melalui Jual Beli.
Tujuan dari penetapan surat edaran ini adalah untuk memberikan acuan dan pedoman dalam rangka pengawasan atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui jual beli yang dilakukan oleh Wajib Pajak pemegang hak atas tanah yang belum dilakukan penandatanganan Akta Jual Beli sehingga terdapat keseragaman dalam pelaksanaannya.
Penegasan Pengenaan PPh Tidak Final Atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
Dalam SE-30/PJ/2014 ini, Direktur Jenderal Pajak menegaskan mengenai perlakuan pengenaan PPh atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diperoleh baru melalui PPJB dan belum dilakukan penandatanganan AJB yaitu:
Dalam hal sebelum dilakukan penandatanganan Akta Jual Beli antara penjual dengan pembeli terjadi perubahan nama pembeli yang tercantum dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli, maka atas penghasilan dari perubahan Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pembeli yang semula namanya tercantum dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli, merupakan penghasilan berupa keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-Undang Pajak Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan dan wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak pembeli yang semula namanya tercantum dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli.
Sebagai contoh kasus, dalam SE-30/PJ/2014 ini diilustrasikan sebagai berikut:
Odik Wijaya membeli 1 unit rumah dari developer PT Bali Griya Persada seharga Rp500.000.000,00 secara tunai. Antara PT Bali Griya Persada dengan Odik Wijaya belum dilakukan penandatanganan Akta Jual Beli (AJB), karena sertifikat rumah tersebut masih dalam proses pemecahan sehingga dilakukan terlebih dahulu dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antara PT Bali Griya Persada sebagai penjual dan Odik Wijaya sebagai pembeli. Sertifikat rumah tersebut masih atas nama PT Bali Griya Persada. Sebelum dilakukan AJB antara PT Bali Griya Persada dengan Odik Wijaya, rumah tersebut oleh Odik Wijaya dijual kepada Indra Adi, sehingga akibat transaksi tersebut nama penjual dan pembeli yang tercantum dalam PPJB rumah tersebut menjadi PT Bali Griya Persada sebagai penjual dan Indra Adi sebagai pembeli.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh Odik Wijaya dari penjualan rumah tersebut merupakan penghasilan berupa keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-Undang PPh yang dikenai PPh berdasarkan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang PPh dan wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan PPh.
Jadi dari ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa atas transaksi penjualan tanah dan/atau bangunan yang masih dalam bentuk PPJB dan belum dilakukan penandatanganan AJB, maka akan dikenakan PPh dengan tarif Pasal 17 (tidak final) atas selisih keuntungan dari penjualan tanah dan/atau bangunan tersebut (capital gain). Penjualan tanah dan/atau bangunan yang belum ditandatangani AJB ini bukan lagi merupakan objek PPh Final sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008. (SYA)