Lies Tania Tantri & Associates, 17 November 2014
Wajib Pajak yang masih merasa tidak puas dengan keputusan yang diterbitkan oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak atas keberatan yang diajukannya tersebut, masih memiliki kesempatan hukum pada tingkat yang lebih tinggi untuk mendapatkan keadilan. Kesempatan hukum ini adalah mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.
Sama halnya dengan pengajuan keberatan, untuk dapat mengajukan banding Wajib Pajak sebagai pemohon banding juga harus memperhatikan sejumlah ketentuan dan persyaratan. Ketentuan dan persyaratan banding ini diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP) dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak).
Persyaratan Pengajuan Banding
Dalam mengajukan banding, Wajib Pajak diwajibkan untuk mengikuti ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam UU KUP di Pasal 27dan UU Pengadilan Pajak di Pasal 35, Pasal 36 serta Pasal 37. Persyaratan ini biasanya disebut sebagai persyaratan formal pengajuan banding. Persyaratan formal pengajuan banding yang diatur dalam kedua Undang-Undang ini adalah sebagai berikut.
a. Banding diajukan atas 1 (satu)Keputusan
Banding diajukan oleh Wajib Pajak sebagai Pemohon Banding dengan ketentuan atas 1 (satu) Keputusan Keberatan harus diajukan dalam 1 (satu) surat Banding.
b. BandingDiajukan Kepada Pengadilan Pajak dalam Bahasa Indonesia
Banding hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Pajak secara tertulis melalui surat dalam Bahasa Indonesia. Walaupun Wajib Pajak tersebut telah mendapatkan ijin untuk menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat dan Bahasa Inggris, namun pengajuan surat banding ini tetap harus dalam Bahasa Indonesia.
c. Banding harus mengemukakan alasan dan tanggal diterima keputusan yang diajukan banding
Banding yang diajukan oleh Pemohon Banding harus mengemukakan adanya jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar perhitungannyadan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding.. Alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat banding ini adalah alasan-alasan yang jelas.
Pada Surat Banding ini harus dilampirkan dengan salinan Keputusan yang dibanding.
d. Batas Waktu Pengajuan Banding
Banding harus diajukan oleh Wajib Pajak(Pemohon Banding) dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Jangka waktu pengajuan banding ini dapat melebihi 3 (tiga) bulan apabila Pemohon Banding dapat menunjukkan bahwa jangka waktu 3 (tiga) bulan ini tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya (force majeur).
Sebagai contoh, surat keputusan keberatan yang diterbitkan oleh Kepala Kanwil DJP X tanggal 10 Oktober 2014 dan diterima oleh Wajib Pajak pada tanggal 17 Oktober 2014, maka batas terakhir pengiriman Surat Banding adalah tanggal 16 Januari 2015.
e. Wajib Melunasi Tunggakan Pajak
Sesuai ketentuan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 diatur bahwa untuk mengajukan banding, Pemohon Banding wajib melunasi jumlah pajak yang terutang atas keputusan yang diajukan banding. Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang atas suatu keputusan telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen).
Namun berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (5a), ayat (5b) dan ayat (5c) UU Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP), jumlah pajak yang terutang atas suatu ketetapan pajak yang masih harus dibayar namun tidak disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, belum dianggap sebagai utang pajak dan tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan hasil Putusan Banding. Sedangkan jumlah pajak yang masih harus dibayar yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (3a) UU KUP hanyalah atas jumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan disetorkan sebelum surat keberatan disampaikan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa karena berdasarkan ketentuan UU KUP yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang masih harus dibayar yang sedang diajukan proses banding belum dianggap sebagai utang pajak, maka ketentuan syarat pelunasan 50% dari jumlah pajak yang terutang atas suatu keputusan yang akan diajukan banding adalah hanya atas jumlah pajak yang telah disetujui pada saat pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
Menurut penulis, apabila berpedoman pada ketentuan di UU KUP ini, maka persyaratan untuk pelunasan 50% dari pajak yang terutang dihitungnya adalah dari jumlah pajak yang telah disetujui oleh Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
Contoh:
Jumlah pajak yang masih harus dibayar yang tercantum dalam surat ketetapan pajak adalah sebesar Rp 100.000.000. Dari jumlah ini, sebesar Rp 20.000.000 telah disetujui oleh Wajib Pajak, sedangkan atas jumlah pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp 80.000.000 yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak diajukan keberatan dan banding.
Maka seharusnya ketentuan jumlah pajak yang menjadi utang pajak yang harus dibayar adalah sebesar Rp 20.000.000, sedangkan untuk jumlah Rp 80.000.000 jika tidak dilunasi oleh Wajib Pajak, tidak akan berpengaruh terhadap salah satu syarat untuk pengajuan banding, karena jumlah ini belum dianggap sebagai utang pajak.
Walau demikian, masih ada pendapat yang mengatakan bahwa, atas ketetapan yang sedang diajukan banding dengan jumlah keseluruhan pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp 100.000.000 ini, harus dilunasi terlebih dahulu sebesar 50% dari Rp 100.000.000 atau dilunasi sebesar Rp 50.000.000 supaya memenuhi ketentuan formal pengajuan banding.
f. Pihak yang Dapat Mengajukan Banding
Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus atau kuasa hukumnya. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, maka banding diajukan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Untuk suatu warisan yang belum terbagi, banding dapat diajukan oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya. Untuk Wajib Pajak Badan, banding dapat diajukan oleh:
– Pengurus (dewan direksi dan dewan komisaris) atau pemegang saham atau orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijakan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan.
– Kurator, dalam hal badan yang dinyatakan pailit.
– Orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan untuk badan yang dalam pembubaran.
– Likuidator untuk badan dalam proses likuidasi.
Untuk melakukan banding, Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus yang biasanya disebut sebagai Kuasa Hukum.
Kuasa Hukum
Para pihak yang sedang bersengketa dalam banding di Pengadilan Pajak (Pihak yang mengajukan Banding atau yang disebut Pemohon Banding dan Pihak yang sedang diajukan banding atau yang disebut Terbanding) masing-masing dapat didampingi atau diwakili oleh satu atau lebih kuasa hukum dengan Surat Kuasa Khusus. Kuasa Hukum adalah orang perseorangan yang telah mendapat izin menjadi Kuasa Hukum dari Ketua Pengadilan Pajak dan memperoleh Surat Kuasa Khusus dari pihak-pihak yang bersengketa untuk dapat mendampingi dan/atau mewakili pihak-pihak yang bersengketa dalam berperkara pada Pengadilan Pajak.
Untuk menjadi seorang Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak, orang tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Warga Negara Indonesia;
- mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang peraturan perundang-undangan perpajakan;
- memiliki ijazah Sarjana atau Diploma IV dari perguruan tinggi yang terakreditasi oleh instansi yang berwenang;
- mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
- memiliki Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) atau instansi yang berwenang.
- dalam hal orang perseorangan yang akan menjadi Kuasa Hukum adalah mantan Hakim Pengadilan Pajak, yang bersangkutan harus telah melewati jangka waktu 2 (dua) tahun setelah berhenti/pensiun sebagai Hakim Pengadilan Pajak.
Dalam hal kuasa hukum yang mendampingi atau mewakili pemohon Banding adalah keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua, pengawal, atau pengampu, persyaratan untuk menjadi seorang Kuasa Hukum yang diuraikan di atas, tidak diperlukan.
Cara Pengajuan Banding
Wajib Pajak atau Pemohon Banding menyampaikan Surat Banding beserta lampirannya ke Pengadilan Pajak, yang dapat dilakukan:
- secara langsung;
- melalui pos dengan bukti pengiriman surat secara tercatat; atau
- dengan cara lain, meliputi melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
Surat Banding ini diajukan ke Pengadilan Pajak yang beralamat di Gedung Sutikno Slamet – Kementerian Keuangan Jl. Dr. Wahidin No. 1 – Jakarta Pusat 10710; Telepon (021)34357204Fax (021) 3506102. Tempat bersidang Pengadilan Pajak selain yang di alamat Jakarta ini, juga di Yogyakarta dan Surabaya.
Proses Persidangan
a. Persiapan Sidang
Dalam persiapan sidang ini, maka proses yang dilakukan adalah:
- Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding atas Surat Banding kepada Terbanding dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima Surat Banding.Dalam hal Pemohon Banding mengirimkan surat atau dokumen susulan kepada Pengadilan Pajak, jangka waktu 14 (empat belas) hari dihitung sejak tanggal diterima surat atau dokumen susulan dimaksud.
- Terbanding (dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) menyerahkan Surat Uraian Banding dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Uraian banding.
- Salinan Surat Uraian Banding (yang telah diterima dari Terbanding) oleh Pengadilan Pajak dikirim kepada Pemohon Banding dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima, untuk selanjutnya dibuatkan Surat Bantahan oleh Pemohon Banding.
- Pemohon Banding dapat menyerahkan Surat Bantahan kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian Banding. Salinan Surat Bantahan ini dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Terbanding, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima Surat Bantahan.
- Apabila Terbanding tidak memenuhi ketentuan untuk mengirimkan Surat Uraian Banding atau serta Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan untuk mengirimkan Surat Bantahan, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan Banding.
b. Proses Sidang
- Proses persidangan untuk Banding sudah dimulai dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Banding. Ketua Pengadilan Pajak menunjuk Hakim Tunggal atau Majelis terdiri dari 3 (tiga) orang Hakim untuk memeriksa dan memutus Sengketa Pajak.
- Untuk proses persidangan dalam memeriksa dan memutus Sengketa Pajak yang dipimpin oleh Hakim Tunggal biasanya dilakukan untuk memeriksa dan memutus Sengketa Pajak dalam hal pemeriksaan terhadap:
– Sengketa pajak tertentu;
– Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan pemenuhan ketentuan formal pengajuan banding atau kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dalam putusan Pengadilan Pajak;
– Sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang Pengadilan Pajak.
Pemeriksaan jenis ini diistilahkan sebagai Pemeriksaan dengan Acara Cepat. Pemeriksaan dengan acara cepat ini dilakukan tanpa Surat Uraian Banding dan tanpa Surat Bantahan.
- Apabila suatu sengketa pajak, pengajuan bandingnya telah memenuhi ketentuan formal, maka pemeriksaan dan proses persidangannya akan dilakukan dengan acara biasa yang dilakukan oleh Majelis Hakim yang terdiri dari 3 (tiga) orang Hakim dimana 1 (satu) orang Hakim sebagai Ketua dan 2 (dua orang Hakim lainnya sebagai Anggota.
- Dalam proses pemeriksaan, Hakim Ketua memanggil Terbanding dan dapat memanggil Pemohon Banding untuk memberikan keterangan lisan melalui undangan tertulis dengan tanggal dan hari siding yang telah ditentukan.
- Dalam proses persidangan, atas permintaan salah satu pihak yang bersengketa atau karena jabatan, Hakim Ketua dapat memerintahkan saksi untuk hadir dan didengar keterangannya dalam persidangan. Saksi yang diperintahkan oleh Haki Ketua ini wajib datang di persidangan dan tidak diwakilkan. Apabila saksi yang telah dipanggil ini tidak hadir dalam persidangan dan diduga karena disengaja serta Majelis tidak dapat mengambil putusan tanpa kehadiran saksi tersebut, maka Hakim Ketua dapat meminta bantuan polisi untuk membawa saksi ke persidangan. Biaya untuk mendatangkan saksi ke persidangan menjadi beban yang ditanggung oleh pihak yang memintanya.
- Proses persidangan ini dapat dilakukan dalam beberapa kali.
- Dalam hal Terbanding tidak hadir pada persidangan tanpa alas an yang dapat dipertanggungjawabkan walaupun ia telah diberitahu/diundang, maka persidangan tetap dapat dilanjutkan tanpa dihadiri oleh Terbanding.
- Alat bukti yang dapat digunakan dalam persidangan untuk meyakinkan Majelis Hakim dalam mengambil Putusan dapat berupa:
– Surat atau tulisan;
– Keterangan ahli;
– Keterangan para saksi;
– Pengakuan para pihak; dan/atau
– Pengetahuan Hakim
c. Putusan
Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa:
- menolak;
- mengabulkan sebagaian atau seluruhnya;
- menambah Pajak yang harus dibayar;
- tidak dapat diterima;
- membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung; dan/atau
- membatalkan.
Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Terhadap putusan Pengadilan Pajak tidak dapat lagi diajukan Gugatan, Banding, atau kasasi.
Putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas Banding diambil dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima. Dalam hal-hal khusus, jangka waktu ini dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan.
Sedangkan Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap Sengketa Pajak tertentu yang dinyatakan tidak dapat diterima, diambil dalam jangka waktu sebagai berikut:
- 30 (tiga puluh) hari sejak batas waktu pengajuan Banding atau Gugatan dilampaui;
- 30 (tiga puluh) hari sejak Banding atau Gugatan diterima dalam hal diajukan setelah batas waktu pengajuan dilampaui.
Pengadilan Pajak dapat mengeluarkan putusan sela atas Gugatan berkenaan dengan permohonan agar tindak lanjut pelaksanaan penagihan Pajak ditunda selama pemeriksaan Sengketa Pajak sedang berjalan, sampai ada putusan Pengadilan Pajak.
Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.
Salinan putusan atau salinan penetapan Pengadilan Pajak dikirim kepada para pihakdenga surat oleh Sekretaris Pengadilan Paja dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) haris sejak tanggal putusan Pengadilan Pajak diucapkan, atau dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal putusan sela diucapkan.
Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak
Putusan Pengadilan Pajak langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain. Putusan Pengadilan Pajak harus dilaksanakan oleh Pejabat yang berwenang dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterima putusan.
Selanjutnya untuk hal-hal yang mendetail mengenai Banding ini dapat menghubungi kami secara langsung. (SYA)