KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
____________________________________________________________________________________________
25 Juli 2014
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 24/PJ/2014
TENTANG
PELAKSANAAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
70P/HUM/2013 MENGENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS BARANG HASIL
PERTANIAN YANG DIHASILKAN DARI KEGIATAN USAHA DI BIDANG PERTANIAN,
PERKEBUNAN, DAN KEHUTANAN SEBAGAIMANA DIATUR DALAM PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 31 TAHUN 2007
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
A. Umum
Bahwa telah diterbitkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 70P/HUM/2013 yang telah diputus pada tanggal 25 Februari 2014 yang dalam amar putusannya memuat:
a. Mengabulkan permohonan uji materiil dari Pemohon; Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Indonesian Chamber of Commerce and Industry).
b. Menyatakan Pasal 1 ayat (1) huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruf f, dan Pasal 2 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan karenanya tidak sah dan tidak berlaku umum.
c. Memerintahkan kepada Presiden Republik Indonesia untuk mencabut Pasal 1 ayat (1) huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruf f, dan Pasal 2 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Maksud ditetapkannya Surat Edaran ini adalah untuk menyampaikan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dan implikasi perpajakan yang timbul kepada petugas pajak di seluruh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak.
2. Tujuan
Tujuan ditetapkannya Surat Edaran ini adalah agar:
a. Isi Putusan Mahkamah Agung tersebut serta implikasi perpajakan dapat diketahui dan dipahami oleh petugas pajak di seluruh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan
Kantor Pelayanan Pajak.
b. Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dapat menyampaikan Putusan Mahkamah Agung dan implikasi perpajakan kepada para pengusaha yang berada di wilayah kerjanya, khususnya pengusaha yang bergerak di bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
c. Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak serta para pengusaha dapat melaksanakan isi Putusan Mahkamah Agung serta implikasi perpajakan sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
C. Ruang Lingkup
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini merupakan tindak lanjut sehubungan dengan adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor 70P/HUM/2013 tanggal 25 Februari 2014. Adapun ruang lingkup dalam Surat Edaran ini adalah:
- Menyampaikan isi putusan Mahkamah Agung tersebut serta implikasi perpajakan untuk diketahui dan dipahami oleh petugas pajak di seluruh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak.
- Meminta kepada Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak untuk menyampaikan Putusan Mahkamah Agung dan implikasi perpajakan kepada para pengusaha yang berada di wilayah kerjanya, khususnya pengusaha yang bergerak di bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
- Meminta kepada Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak serta para pengusaha untuk melaksanakan isi Putusan Mahkamah Agung serta implikasi perpajakan sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
D. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, mengatur antara lain:
a. Pasal 1 angka 2, bahwa barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
b. Pasal 1 angka 3, bahwa Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini.
c. Pasal 3A ayat (1), bahwa pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf h, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
d. Pasal 4 ayat (1) huruf a, b, dan f, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
1) Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
2) Impor Barang Kena Pajak;
3) Ekspor Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
e. Pasal 4A ayat (2) huruf b, bahwa jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
f. Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b, bahwa barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh rakyat banyak antara lain meliputi beras, gabah, jagung, kedelai, buah-buahan dan sayur-sayuran.
g. Pasal 7 ayat (1) dan (2), bahwa
1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).
2) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas ekspor Barang Kena Pajak berwujud.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007, mengatur antara lain:
a. Pasal 1 angka 1 huruf c, bahwa Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah barang hasil pertanian.
b. Pasal 1 angka 2 huruf a, bahwa barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses lebih lanjut, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
c. Pasal 2 ayat (1) huruf f, bahwa atas impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c dibebaskan dari pengenaan PPN.
d. Pasal 2 ayat (2) huruf c, bahwa atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c dibebaskan dari pengenaan PPN.
3. Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013, mengatur bahwa Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)
4. Pasal 8 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2011, mengatur bahwa dalam hal 90 hari setelah putusan Mahkamah Agung tersebut dikirim kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan tersebut, ternyata Pejabat yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya, demi hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum.
E. Materi
1. Berdasarkan data pada Sistem Informasi Administrasi Perkara Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan Mahkamah Agung Nomor 70P/HUM/2013 telah dikirim pada tanggal tanggal 23 April 2014. Dengan demikian apabila Pemerintah sampai dengan tanggal 21 Juli 2014 belum mencabut Pasal 1 ayat (1) huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruf f, dan Pasal 2 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007, maka sejak tanggal 22 Juli 2014 ketentuan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.
2. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung tersebut, maka implikasi perpajakannya adalah sebagai berikut:
a. Barang hasil pertanian berupa buah-buahan dan sayur-sayuran sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 termasuk barang yang tidak dikenakan PPN (Bukan Barang Kena Pajak) sesuai Pasal 4A ayat (2) huruf b Undang-Undang PPN sehingga atas penyerahan, impor, maupun ekspornya tidak dikenai PPN (perincian jenis barang terlampir).
b. Barang hasil pertanian lain yang tidak ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007, yaitu beras, gabah, jagung, sagu dan kedelai adalah barang yang tidak dikenakan PPN (Bukan Barang Kena Pajak) sesuai Pasal 4A ayat (2) huruf b Undang-Undang PPN sehingga atas penyerahan, impor, maupun ekspornya tidak dikenai PPN (perincian jenis barang terlampir).
c. Barang hasil pertanian yang merupakan hasil perkebunan, tanaman hias dan obat, tanaman pangan, dan hasil hutan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 yang semula dibebaskan dari pengenaan PPN berubah menjadi dikenakan PPN sehingga atas penyerahan dan impornya dikenai PPN dengan tarif 10%, sedangkan atas ekspornya dikenai PPN dengan tarif 0% (perincian jenis barang terlampir).
d. Sehubungan dengan huruf c di atas, maka Pengusaha (orang pribadi maupun badan) yang melakukan penyerahan barang hasil pertanian tersebut wajib memungut PPN dan untuk itu wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, kecuali pengusaha yang termasuk pengusaha kecil dengan omzet sampai dengan Rp 4,8 milyar per tahun sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai.
3. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini diminta kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk:
a. Menyampaikan/mensosialisasikan Putusan Mahkamah Agung tersebut di atas serta implikasi perpajakannya kepada para pengusaha di bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang terdapat di wilayah kerja Saudara;
b. Memberikan pelayanan dan pengawasan atas pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi pengusaha yang melakukan penyerahan, impor, dan/atau ekspor barang pertanian, perkebunan dan kehutanan yang dikenai PPN sebagai implikasi dari Putusan Mahkamah Agung;
c. Mengidentifikasi dan menginventarisasi permasalahan serta resiko yang mungkin timbul di lapangan sebagai akibat adanya putusan Mahkamah Agung;
d. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka mencari solusi atas permasalahan yang timbul sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
e. Melakukan koordinasi dengan Direktorat Peraturan Perpajakan I c.q. Subdirektorat Peraturan PPN Industri apabila terdapat kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan Surat Edaran ini.
Demikian disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Juli 2014
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
A. FUAD RAHMANY
NIP 195411111981121001
Tembusan:
1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak
2. Para Direktur, Tenaga Pengkaji, dan Kepala Pusat di lingkungan Kantor Pusat DJP