Lies Tania Tantri & Associates, 31 Desember 2014
Pernikahan adalah salah satu saat yang paling berbahagia dalam kehidupan seseorang. Sebagai perwujudan dari kebahagiaannya ini, umumnya pasangan pengantin yang melangsungkan pernikahan akan mengundang saudara dan handai taulan untuk turut merayakan kebahagiaan mereka melalui suatu perjamuan atau resepsi. Sudah menjadi budaya, para tamu yang diundang ke suatu acara pernikahan akan membawa bingkisan atau kado baik dalam bentuk barang maupun uang untuk diberikan kepada pasangan pengantin yang mengundang mereka. Ini sebagai wujud bahwa para tamu undangan ini turut merayakan kebahagiaan pasangan pengantin.
Pemberian yang diperoleh pasangan pengantin dari para tamu undangan jumlahnya tidaklah sedikit, dan dapat digunakan oleh pasangan pengantin ini sebagai penambah kekayaan mereka.
Apabila kita menilik pada ketentuan perpajakan, maka pemberian yang diperoleh pasangan pengantin dari para tamu undangan ini adalah merupakan penghasilan, karena definisi dari Pasal 4 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) yang menegaskan bahwa penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan. Lalu bagaimanakah perlakuan perpajakan atas pemberian dari para tamu undangan sebagai “sumbangan” pernikahan ini?
Jenis Penghasilan Menurut UU PPh
Penghasilan yang diperoleh oleh Wajib Pajak menurut Pasal 4 UU PPh terbagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
- Penghasilan yang merupakan objek PPh yang dikenakan tarif umum sesuai dengan ketentuan Pasal 17 UU PPh yang biasa dikenal dengan istilah sebagai Penghasilan Non Final,
- Penghasilan yangmerupakan objek PPh yang bersifat Final yang besarnya tarif PPh diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, dan
- Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak (tidak dikenakan PPh).
Penghasilan yang disebutkan pada nomor 1 dan nomor 2 di atas adalah merupakan penghasilan yang merupakan objek PPh dan bagi penerimanya akan dikenakan PPh. Oleh sebab itu, penerima penghasilan ini harus membayar PPh atas penghasilan yang diperolehnya. Pembayaran PPh ini dapat dilakukan melalui mekanisme dipotong oleh pihak pemberi penghasilan atau melalui mekanisme penyetoran sendiri oleh penerima penghasilan.
Sedangkan untuk penghasilan yang disebutkan pada nomor 3 di atas adalah merupakan penghasilan yang tidak dikenakan PPh. Sehingga bagi penerima penghasilan tidak perlu membayar PPh atas perolehan penghasilan jenis ini. Penghasilan yang termasuk sebagai jenis penghasilan yang dikecualikan dari objek PPh ini antara lain berupa:
- bantuan, sumbangan dan hibah,
- warisan,
- harta termasuk setoran tunai yang diterima badan sebagai pengganti setoran saham atau penyertaan modal,
- penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan dalam bentuk natura dan kenikmatan,
- pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna dan bea siswa,
- dividen atau bagian laba yangn diterima perseroan terbatas WP dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan dan penerima dividen harus memiliki saham pada badan yang memberikan dividen minimal 25% dari jumlah modal yang disetor,
- iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan,
- penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu,
- bagian laba yang diterima oleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif,
- penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura,
- beasiswa,
- sisa lebih yang diterima badan atau lembaga nirlaba di bidang pendidikan, penelitian dan pengembangan,
- bantuan atau santunan yang dibayarkan BPJS kepada Wajib Pajak tertentu, yang memenuhi ketentuan perpajakan.
Pemberian Tamu dalam Undangan Pernikahan adalah Sumbangan
Kembali ke pembahasan di awal mengenai penghasilan yang diperoleh yang berasal dari pemberian tamu undangan dalam pernikahan ini, terlebih dahulu kita harus mengklasifikasikan jenis penghasilan ini.
Pemberian dari para tamu undangan yang diterima oleh pasangan pengantin baik dalam bentuk bingkisan barang maupun dalam bentuk uang, sebenarnya adalah pemberian yang bersifat sukarela dan tanpa adanya unsur keharusan/paksaan. Dalam istilah sehari-hari, pemberian dari para tamu ini lebih lebih tepat disebut sebagai sumbangan pernikahan.
Apabila kita simak isi dari ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) mengenai sumbangan ini ditegaskan bahwa yang tidak dikecualikan dari objek pajak adalah bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Jadi menurut ketentuan Pasal 4 ayat (3) UU PPh ini, pemberian sumbangan yang sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan, maka sumbangan yang diterima tersebut bukanlah objek PPh.
Hubungan di antara pihak-pihak yang bersangkutan yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh ini ditegaskan lebih lanjut pada Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 bahwa hubungan tersebut dapat terjadi karena ketergantungan atau keterkaitan satu dengan yang lain (pihak pemberi sumbangan dan pihak penerima sumbangan) secara langsung atau tidak langsung berkenaan dengan: usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan. Hubungan ini dapat terjadi apabila:
- terdapat transaksi yang bersifat rutin antara kedua belah pihak,
- terdapat hubungan di antara pihak yang berkenaan dengan pekerjaan, pemberian jasa atau pelaksanaan kegiatan secara langsung atau tidak langsung, serta
- terdapat kepemilikan atau penguasaan (baik penyertaan modal secara langsung atau tidak langsung atau hubungan penguasaan secara langsung atau tidak langsung) antara pihak pemberi dan penerima sumbangan tersebut.
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dapat kitasimpulkan bahwa pemberian sumbangan pernikahan dalam kasus ini tidak dapat dikaitkan dengan adanya hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak pemberi sumbangan dengan pihak penerima sumbangan. Apalagi ada di antara pemberian sumbangan yang sengaja tidak mencantumkan nama pemberi sehingga akan sulit ditelusuri siapa pemberi dan apa hubungan dalam pemberian tersebut.
Jadi pemberian sumbangan dalam pernikahan ini tidak dapat dikelompokkan sebagai penghasilan yang merupakan objek PPh, kecuali apabila antara pemberi sumbangan dan penerima sumbangan memiliki hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, misalkan atasan/pemberi kerja yang menghadiri pernikahan karyawan yang dipekerjakannya dan mengharapkan bahwa sumbangan yang diberikan oleh atasan ini harus dihitung sebagai bagian dari imbalan sehingga karyawan tersebut harus meningkatkan kontribusinya akibat menerima sumbangan tersebut. Namun tentunya tidak pernah kita temukan motif seseorang yang memberikan sumbangan dalam pernikahan yang mengharapkan adanya balasan yang akan diperoleh dari pihak penerima sumbangan. Karena sumbangan dalam pernikahan yang diberikan ini sebenarnya adalah merupakan tanda ikut bersuka cita dan merayakan kebahagiaan yang sedang dialami oleh pihak penerima sumbangan.
Dengan demikian, seharusnya untuk penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak atas pemberian dari para tamu undangan yang diundang ke resepsi pernikahannya dapat dikategorikan sebagai penghasilan sumbangan yang bukan merupakan objek Pajak Penghasilan, sehingga tidak dikenakan PPh.
Pelaporan Dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi
Walaupun Penghasilan yang diperoleh dari sumbangan pemberian tamu undangan dalam acara pernikahan ini bukan merupakan objek PPh, namun Wajib Pajak penerimanya perlu melaporkan sumbangan yang diterimanya ini sebagai penghasilan yang bukan objek PPh dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadinya pada tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut.
Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang melaporkan SPT Tahunannya menggunakan Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Formulir 1770, penghasilan dari sumbangan pernikahan ini diisi pada Lampiran III (Form 1770 – III) Bagian B nomor urut 1: “Bantuan/Sumbangan/Hibah”.
Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang melaporkan SPT Tahunannya menggunakan Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Formulir 1770 S, penghasilan dari sumbangan pernikahan ini diisi pada Lampiran I (Form 1770 S – I) Bagian B nomor urut 1: “Bantuan/Sumbangan/Hibah”.
Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang melaporkan SPT Tahunannya menggunakan Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Formulir 1770 SS, penghasilan dari sumbangan pernikahan ini diisi pada Induk SPT Form 1770 SS Bagian B nomor urut 10: “Penghasilan yang Dikecualikan dari Objek Pajak”.
Jumlah Penghasilan yang diisikan pada kolom Penghasilan Bruto untuk penghasilan dari sumbangan pernikahan ini adalah jumlah bruto dari sumbangan yang diperoleh. Apabila sumbangan tersebut dalam bentuk barang, maka jumlah bruto yang dilaporkan adalah nilai ganti dari barang tersebut (dapat berupa nilai pasarnya). (SYA)