Lies Tania Tantri & Associates, 26 September 2014
Keberatan atas Ketetapan atau Pemotongan Pajak
Salah satu hak yang dimiliki Wajib Pajak dalam pelaksanaan kewajiban perpajakannya, adalah mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak yang diterbitkan oleh petugas pajak (fiskus) yang antara lain merupakan hasil dari Pemeriksaan Pajak atau atas suatu pemotongan dan/atau pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sebagai pemotong pajak.
Keberatan ini dapat ditempuh oleh Wajib Pajak apabila merasa tidak puas atau tidak setuju dengan ketetapan pajak hasil produk dari pemeriksaan pajak. Keberatan juga dapat dilakukan apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan hasil pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sebagai pemotong pajak.
Keberatan harus diajukan oleh Wajib Pajak secara tertulis dengan memperhatikan sejumlah ketentuan dan persyaratan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP).
Persyaratan Pengajuan Keberatan
Dalam mengajukan keberatan, Wajib Pajak diwajibkan untuk mengikuti ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam Pasal 25 UU KUP tersebut. Persyaratan ini biasanya disebut sebagai persyaratan formal pengajuan keberatan. Persyaratan formal pengajuan keberatan ini juga diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013. Berikut akan diulas mengenai persyaratan-persyaratan tersebut.
a. Keberatan diajukan atas suatu Surat Ketetapan Pajak atau Pemotongan atau Pemungutan Pajak oleh pihak ketiga
Keberatan dapat diajukan oleh Wajib Pajak atas suatu:
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
- Surat Ketetapan Pajak Nihil;
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
- Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Yang dimaksud dengan keberatan diajukan atas “suatu” ini adalah Wajib Pajak harus mengajukan keberatan dalam 1 surat hanya terhadap 1 (satu) ketetapan atau pemotongan/pemungutan pajak. Keberatan harus diajukan terhadap 1 (satu) jenis pajak dan 1 (satu) Masa Pajak atau Tahun Pajak. Wajib Pajak tidak diperkenankan untuk mengajukan satu surat keberatan untuk beberapa ketetapan pajak.
Contoh:
Wajib Pajak mendapatkan 1 (satu) Surat Ketetapan Pajak untuk PPh Badan Tahun 2013 dan 12 (dua belas) Surat Ketetapan Pajak untuk PPN untuk setiap bulan mulai masa Januari s.d. Desember 2013. Dengan demikian, Wajib Pajak harus mengajukan 13 (tiga) belas surat keberatan atas masing-masing ketetapan pajak (walaupun koreksi atas ketiga belas ketetapan tersebut memiliki keterkaitan dan materi yang sama).
b. Keberatan Diajukan Kepada Direktur Jenderal Pajak dalam Bahasa Indonesia
Keberatan ini hanya dapat diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat di mana surat ketetapan pajak tersebut diterbitkan. Keberatan ini harus diajukan secara tertulis melalui surat dalam Bahasa Indonesia. Walaupun Wajib Pajak tersebut telah mendapatkan ijin untuk menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat dan Bahasa Inggris, namun pengajuan surat keberatan ini tetap harus diajukan dalam Bahasa Indonesia.
c. Keberatan harus mengemukakan jumlah pajak dan alasan
Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak ini harus mengemukakan adanya jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar perhitungannya. Alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat keberatan ini adalah alasan-alasan yang jelas dan dilampiri dengan fotokopi surat ketetapan pajak, bukti pemungutan, atau bukti pemotongan.
d. Batas Waktu Pengajuan Keberatan
Keberatan harus diajukan oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak. Jangka waktu pengajuan keberatan ini dapat melebihi 3 (tiga) bulan apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu 3 (tiga) bulan ini tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya (force majeur). Keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak ini adalah meliputi:
– Bencana alam;
– Kebakaran;
– Huru-hara/kerusuhan massal;
– Diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan secara jabatan yang mengakibatkan jumlah pajak yang masih harus dibayar yang tertera dalam surat ketetapan pajak berubah, kecuali Surat Keputusan Pembetulan yang diterbitkan akibat hasil Persetujuan Bersama; atau
– Keadaan lain berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
e. Wajib Melunasi Tunggakan Pajak
Untuk mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak diwajibkan untuk melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan (closing conference), sebelum surat keberatan disampaikan.
Apabila salah satu dari persyaratan formal di atas tidak terpenuhi, maka keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak bukan merupakan surat keberatan sehingga keberatannya ini tidak dipertimbangkan.
Selain kelima syarat yang diwajibkan bagi Wajib Pajak yang mengajukan keberatan, dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 juga mensyaratkan bentuk baku (format) dari suatu surat keberatan dan surat keberatan harus ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasa sebagaimana yang diatur dalam Pasal 32 UU KUP.
Wajib Pajak yang mengajukan keberatan tidak diperbolehkan mengajukan permohonan pengurangan sanksi, penghapusan sanksi atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 36 UU KUP.
Cara Pengajuan Keberatan
Wajib Pajak menyampaikan Surat Keberatan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, dapat dilakukan:
a. Secara langsung;
b. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat secara tercatat; atau
c. Dengan cara lain, meliputi melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat atau e-Filing.
Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang dimaksud ini adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memberikan jasa pengiriman surat jenis tertentu termasuk pengiriman Surat Keberatan ke Direktorat Jenderal Pajak.
Tanggal yang tercantum dalam tanda bukti penerimaan Surat Keberatan dengan ketiga metode pengiriman tersebut di atas merupakan tanggal Surat Keberatan diterima.
Pengajuan Keberatan dan Tunggakan Pajak
Bagi Wajib Pajak yang mengajukan keberatan, maka jangka waktu pelunasan pajak yang masih harus dibayar yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi sebagaimana tercantum dalam SKPKB dan SKPKBT dan belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
Jumlah pajak yang belum dibayar yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi ini tidak termasuk sebagai utang pajak.
Sanksi Denda Atas Pajak Yang Belum Dibayar Saat Keberatan Ditolak
Jumlah pajak yang masih harus dibayar yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak dan belum dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum pengajuan keberatan ini menjadi harus dilunasi apabila ternyata keberatan yang diajukan Wajib Pajak tersebut ditolak.
Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding, maka akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Contoh:
Untuk tahun pajak 2008, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp1.000.000.000,00 diterbitkan terhadap PT A. Dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Wajib Pajak hanya menyetujui pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp 200.000.000.00. Wajib Pajak telah melunasi sebagian SKPKB tersebut sebesar Rp200.000.000,00 dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya. Direktur Jenderal Pajak mengabulkan sebagian keberatan Wajib Pajak dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp750.000.000,00.
Dalam hal ini, Wajib Pajak tidak dikenai sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UU KUP, tetapi dikenai sanksi sebesar:
50% x (Rp750.000.000.00-Rp200.000.000,00) = Rp275.000.000,00.
Hak Wajib Pajak Dalam Keberatan
Untuk keperluan pengajuan keberatan, Wajib Pajak memiliki hak untuk meminta diberikan keterangan dan penjelasan secara tertulis atas hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan atau pemungutan pajak kepada pihak Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
Atas permintaan keterangan ini, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan yang diminta oleh Wajib Pajak tersebut.
Pemberian keterangan oleh Direktur Jenderal Pajak atas permintaan Wajib Pajak ini tidak menambah jangka waktu pengajuan keberatan.
Pencabutan Pengajuan Keberatan
Wajib Pajak dapat mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak. Pengajuan pencabutan keberatan ini harus dilakukan sebelum tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Untuk Hadir.
Pencabutan pengajuan keberatan ini dilakukan melalui penyampaian permohonan dengan memenuhi persyaratan:
a. Permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dapat mencantumkan alasan pencabutan dengan menggunakan format sesuai contoh dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013;
b. Surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasa dan dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP; dan
c. Surat permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan atasan Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
Atas permohonan pencabutan keberatan ini, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan jawaban berupa surat persetujuan atau surat penolakan dengan format sesuai contoh dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013.
Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan, maka atas ketetapan yang bersangkutan tidak dapat diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sesuai ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP.
Atas pajak yang masih kurang dibayar sebagaimana dinyatakan dalam surat ketetapan pajak yang telah dicabut pengajuan keberatannya menjadi utang pajak sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak tersebut. (SYA)