Lies Tania Tantri & Associates, 01 Juli 2014
Menghindari Kelebihan Bayar PPh
Dalam sistem perhitungan dan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) bagi Wajib Pajak Orang dan Wajib Pajak Badan, PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun pajak dilunasi melalui cara:
- Pelunasan PPh dalam tahun berjalan oleh Wajib Pajak sendiri. Pelunasan sendiri ini dapat berupa pembayaran angsuran PPh setiap bulan selama tahun pajak berjalan sebagai PPh Pasal 25 dan pembayaran kekurangan PPh, karena pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak yang telah dilunasi selama tahun berjalan baik melalui pelunasan sendiri maupun pelunasan melalui pihak lain atau yang dikenal sebagai PPh Pasal 29.
- Pelunasan PPh dalam tahun berjalan melalui pihak lain. Pelunasan PPh melalui pihak lain ini adalah berasal dari pemotongan dan pemungutan PPh yang dilakukan oleh pihak yang ditunjuk sebagai pemotong/pemungut PPh yang dapat berupa PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 24, PPh Pasal 26.
Pelunasan PPh yang dilakukan melalui pembayaran sendiri berupa PPh Pasal 25 dan pelunasan melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain berupa PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26 dihitung berdasarkan perkiraan atau proyeksi (yang besarnya ditentukan oleh ketentuan perpajakan) karena pelunasan ini dilakukan selama tahun pajak berjalan dan belum dapat diketahui berapa sebenarnya total penghasilan yang akan diperoleh dan berapa besar PPh yang akan terutang pada akhir tahun pajak.
Setelah tahun pajak berakhir, Wajib Pajak akan menghitung kembali PPh yang terutang atas seluruh penghasilan yang telah diterima atau diperoleh selama tahun pajak yang bersangkutan melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh. PPh yang terutang berdasarkan perhitungan kembali setelah akhir tahun pajak ini akan diperhitungkan terlebih dahulu dengan kredit pajak yang berasal dari pelunasan pajak yang telah dilakukan selama tahun berjalan yang berasal dari pelunasan yang dilakukan sendiri (PPh Pasal 25) maupun pelunasan melalui pihak lain (PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 24, PPh Pasal 26).
Perhitungan kembali PPh yang terutang atas seluruh penghasilan yang diperoleh pada akhir tahun pajak dengan memperhitungkan setoran PPh yang telah dilakukan (baik melalui pelunasan sendiri maupun pelunasan oleh pihak lain, sebagai kredit pajak), akan menyebabkan hal sebagai berikut:
- PPh yang telah dilunasi selama tahun pajak berjalan sebagai kredit pajak adalah lebih kecil dari PPh yang terutang atas seluruh penghasilan selama satu tahun pajak sehingga menyebabkan adanya kurang bayar PPh. Kekurangan bayar PPh ini harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan sebagai PPh Pasal 29.
- PPh yang telah dilunasi selama tahun pajak berjalan sebagai kredit pajak adalah sama besarnya dengan PPh yang terutang atas seluruh penghasilan selama satu tahun pajak sehingga menyebabkan tidak ada lagi kekurangan bayar PPh (nihil). Dengan demikian seluruh PPh terutang telah dilunasi lagi oleh Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak tidak perlu lagi melakukan penyetoran PPh.
- PPh yang telah dilunasi selama tahun pajak berjalan sebagai kredit pajak adalah lebih besar dari PPh yang terutang atas seluruh penghasilan selama satu tahun pajak sehingga menyebabkan adanya kelebihan bayar PPh. Atas kelebihan bayar PPh ini, Wajib Pajak dapat meminta pengembalian kembali (restitusi) dan akan diproses oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak melalui proses verifikasi atau pemeriksaan pajak.
Lebih Bayar PPh
Pembayaran PPh yang dilakukan dimuka selama tahun pajak berjalan (baik melalui pelunasan sendiri maupun pelunasan oleh pihak lain) yang menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran PPh terutang setelah dihitung kembali pada akhir tahun pajak tentu akan mengakibatkan terjadi in-efisiensi bagi Wajib Pajak yang bersangkutan. Kelebihan pembayaran PPh ini dapat pula mengganggu likuiditas finansial Wajib Pajak karena untuk proses pengembalian kelebihan bayar PPh ini harus dilakukan melalui proses verifikasi atau pemeriksaan. Proses verifikasi atau pemeriksaan dapat memakan waktu antara 1 (satu) bulan hingga 1 (satu) tahun sejak SPT Tahunan PPh yang menyatakan kelebihan pembayaran PPh tersebut disampaikan secara lengkap ke Kantor Pelayanan Pajak ditambah lagi waktu maksimal 1 bulan untuk proses transfer kelebihan bayar PPh hasil dari verifikasi atau pemeriksaan tersebut ke rekening Wajib Pajak.
Wajib Pajak dapat mencegah terjadinya kelebihan pembayaran PPh karena pelunasan yang dilakukan sendiri maupun pelunasan yang dilakukan oleh pihak lain melalui pemotongan dan pemungutan ini dengan cara sebagaimana diatur dalam ketentuan perpajakan, sebagai berikut:
- Mengajukan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 selama tahun pajak berjalan.
- Mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26 yang dilakukan oleh pihak lain.
Pengurangan PPh Pasal 25
Apabila sesudah 3 (tiga) bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, maka Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar.
Pengurangan angsuran PPh Pasal 25 ini baru dapat diterapkan oleh Wajib Pajak setelah mendapatkan surat keputusan yang diterbitkan oleh Kepala KPP.
Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh
Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena:
a. mengalami kerugian fiskal;
b. berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal;
c. Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang;
d. Wajib Pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final, dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal ini melalui Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
Wajib Pajak yang setelah mendapatkan keputusan tentang pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh dari Kepala KPP (berupa Surat Keterangan Bebas/SKB) dapat memperoleh pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan dari pihak yang membayarkan penghasilan.
Pembahasan lebih detail mengenai Pengurangan angsuran PPh Pasal 25 dan Pembebasan dari Pemtongan dan/atau Pemungutan PPh akan diulas di artikel selanjutnya. (SYA)
Artikel Terkait:
– Surat Keterangan Bebas dari Pemotongan atau Pemungutan PPh
– Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25