KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
____________________________________________________________________________________________
12 Juli 2013
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 33/PJ/2013
TENTANG
PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
ATAS PENYERAHAN JASA PENGURUSAN TRANSPORTASI (FREIGHT FORWARDING)
YANG DI DALAM TAGIHANNYA TERDAPAT BIAYA TRANSPORTASI (FREIGHT CHARGES)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
A. Umum
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.011/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak, dipandang perlu menegaskan beberapa hal untuk memperjelas penerapan Dasar Pengenaan Pajak berupa Nilai Lain untuk penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) (JPT/FF) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi
(freight charges) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.011/2013 tersebut.
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Surat Edaran ini dimaksudkan untuk menjelaskan penerapan Dasar Pengenaan Pajak berupa Nilai Lain untuk penyerahan JPT/FF yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.011/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
2. Tujuan
Surat Edaran ini bertujuan untuk dijadikan pedoman dalam penerapan Dasar Pengenaan Pajak berupa Nilai Lain untuk penyerahan JPT/FF yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) sehingga tidak terdapat perbedaan dalam pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.011/2013.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Surat Edaran ini meliputi penyerahan JPT/FF yang di dalam tagihan atas penyerahan jasa tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges).
D. Dasar
1. Peraturan di Bidang Pajak Pertambahan Nilai
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.011/2013.
2. Peraturan di Bidang Kepabeanan
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-81/BC/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Nilai Pabean untuk Penghitungan Bea Masuk.
3. Peraturan di Bidang Transportasi
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan.
E. Penjelasan dan Penegasan
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Undang-Undang PPN) antara lain mengatur:
a. Pasal 1:
1) Angka 17, bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
2) Angka 19, bahwa Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
b. Pasal 4 ayat (1) huruf c, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
c. Pasal 4A ayat (3), bahwa jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa tertentu. Namun demikian, jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) tidak termasuk jenis jasa tertentu yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
d. Pasal 7 ayat (1), bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).
e. Pasal 8A:
1) Ayat (1), bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dengan Dasar Pengenaan Pajak yang meliputi Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain.
2) Ayat (2), bahwa ketentuan mengenai nilai lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
f. Pasal 13:
1) Ayat (5), bahwa dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c) jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f) kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g) nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
2) Ayat (9), bahwa Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material. Penjelasan Pasal 9 antara lain menerangkan, bahwa Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau persyaratan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6). Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.011/2013 antara lain mengatur:
a. Pasal 1 angka 3, bahwa Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai
Dasar Pengenaan Pajak.
b. Pasal 2 huruf m, bahwa Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 untuk penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih.
c. Pasal 3 huruf d, bahwa Pajak Masukan yang berhubungan dengan penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf m yang dilakukan oleh pengusaha jasa pengurusan transportasi, tidak dapat dikreditkan.
3. Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa:
a. Dasar Pengenaan Pajak berupa Nilai Lain sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b digunakan untuk penyerahan JPT/FF yang di dalam tagihan JPT/FF tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges).
b. Dalam melakukan kegiatan usahanya, pengusaha JPT/FF dapat menyerahkan PT/FF
yang dapat terdiri dari satu atau beberapa kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan. Kegiatan yang dilakukan dalam penyerahan JPT/FF dapat termasuk biaya transportasi (freight charges). Walaupun penyerahan JPT/FF dapat terdiri dari satu atau beberapa kegiatan, satu atau beberapa kegiatan yang diserahkan tersebut tetap merupakan satu kesatuan, yaitu penyerahan JPT/FF, sehingga kewajiban Pengusaha Kena Pajak untuk membuat Faktur Pajak atas setiap penyerahan Jasa Kena Pajak wajib dilakukan. Faktur Pajak yang dibuat harus memenuhi persyaratan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN dan harus memenuhi persyaratan material sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (9) Undang-Undang PPN, yaitu Faktur Pajak berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan Jasa Kena Pajak. Tagihan sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b adalah hasil dari keseluruhan proses menagih atas nilai penyerahan JPT/FF oleh pengusaha JPT/FF kepada pengguna JPT/FF, yang besarnya sama dengan nilai penyerahan JPT/FF itu sendiri sebagai satu kesatuan tanpa membedakan apakah nilai penyerahan JPT/FF tersebut ditagih dengan satu atau beberapa dokumen tagihan. Beberapa contoh transaksi terkait dengan penyerahan JPT/FF yang menggunakan satu atau beberapa dokumen tagihan adalah sebagaimana dimaksud pada Contoh , Contoh 2, dan Contoh 3 Lampiran Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
c. Tidak termasuk penyerahan JPT/FF adalah reimbursement tagihan dari pihak ketiga,
sepanjang memenuhi kondisi sebagai berikut :
1) dalam hal:
a) tagihan dari pihak ketiga (selain pemerintah/negara), identitas pengguna JPT/FF tercantum sebagai pihak yang tertagih dalam dokumen tagihan dari pihak ketiga (selain pemerintah/negara) tersebut; atau
b) pembayaran kewajiban kepada pemerintah/negara yang menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor (SSPCP), Surat Setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (SSPNBP), dan/atau dokumen pembayaran lainnya kepada pemerintah/negara, identitas pengguna JPT/FF tercantum sebagai pihak yang wajib melakukan pembayaran kepada pemerintah/negara tersebut;
2) diatur dalam kontrak/perjanjian antara pengusaha JPT/FF dan pengguna JPT/FF yang menyatakan bahwa terdapat reimbursement tagihan dari pihak ketiga yang harus dibayar oleh pengguna JPT/FF yang kemudian akan disetorkan oleh pengusaha JPT/FF kepada pihak ketiga; dan
3) penerimaan pembayaran untuk reimbursement tagihan dari pihak ketiga yang diterima dari pengguna JPT/FF tidak dicatat/diakui sebagai penghasilan oleh pengusaha JPT/FF dan penyetoran reimbursement tagihan kepada pihak ketiga yang bersangkutan tidak dicatat/diakui sebagai biaya/beban oleh pengusaha JPT/FF. Contoh reimbursement tagihan dari pihak ketiga antara lain pembayaran PPN Impor, PPh Pasal 22 Impor, Bea Masuk, Pajak Ekspor, dan biaya transportasi (freight charges). Freight charges adalah biaya transportasi yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar oleh pengguna jasa, yang dapat berupa biaya transportasi dengan menggunakan moda angkutan berupa pesawat, kapal, dan/atau kereta api. Termasuk dalam pengertian freight charges adalah biaya-biaya yang dikeluarkan yang terkait dengan biaya transportasi denganmenggunakan moda angkutan pesawat, kapal, dan/atau kereta api tersebut, antara lain fuel surcharge. Beberapa contoh transaksi terkait dengan penyerahan JPT/FF yang di dalamnya terdapat reimbursement tagihan dari pihak ketiga adalah sebagaimana dimaksud pada Contoh 4 dan Contoh 5 Lampiran Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
d. Penggunaan Dasar Pengenaan Pajak berupa Nilai Lain sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah hanya untuk penyerahan JPT/FF yang di dalam tagihannya terdapat tagihan biaya transportasi (freight charges), dan penggunaan Dasar Pengenaan Pajak tersebut berkonsekuensi pada tidak dapat dikreditkannya Pajak Masukan yang berhubungan dengan penyerahan JPT/FF yang pengenaan PPN-nya menggunakan Dasar Pengenaan Pajak berupa Nilai Lain tersebut.
F. Penutup
Sehubungan dengan penegasan sebagaimana tersebut di atas, dengan ini diminta kepada:
- Kepala KPP atau Kepala KP2KP agar menyampaikan dan menyosialisasikan penegasan tersebut kepada pengusaha JPT/FF yang terdaftar dalam unit kerja Saudara;
- Kepala Kantor Wilayah DJP agar memantau penyampaian dan sosialisasi yang dilakukan oleh masing-masing KPP terkait dengan pelaksanaan penegasan perlakuan PPN atas penyerahan JPT/FF yang di dalam tagihannya terdapat tagihan biaya transportasi (freight charges).
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Juli 2013
DIREKTUR JENDERAL,
ttd.
A. FUAD RAHMANY
NIP 19541111198112001
Tembusan:
1. Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan
2. Kepala Badan Kebijakan Fiskal
3. Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan
4. Kepala Biro Hukum Kementerian Keuangan
5. Kepala Biro Humas Kementerian Keuangan
6. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak
7. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
8. Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan
9. Kepala Kantor Pelayanan Data Eksternal