Lies Tania Tantri & Associates, 17 June 2014
Faktur Pajak adalah merupakan bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang wajib dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh pihak Penjual ini akan menjadi bukti bagi pihak Pembeli yang merupakan PKP untuk mengkreditkan PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak yang diterimanya dari pihak Penjual ini (disebut sebagai Pajak Masukan) sebagai pengurang dari PPN yang harus disetorkannya ke kas Negara yang dihitung dalam SPT Masa PPN.
Selama ini ada banyak kasus yang dilakukan oleh oknum pengusaha untuk memalsukan atau menyalahgunakan Faktur Pajak untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan mengambil uang Negara yang berasal dari PPN. Modus penyalahgunaan Faktur Pajak ini dapat dilakukan akibat masih lemahnya sistem pengawasan terhadap penerbitan Faktur Pajak yang dilakukan oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak.
Untuk mengatasi penyalahgunaan dan pemalsuan Faktur Pajak ini, pihak Direktorat Jenderal Pajak senantiasa berupaya dengan menciptakan regulasi dan sistem baru untuk menutupi kelemahan-kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab tersebut. Salah satu inovasi terbaru adalah dengan menciptakan pengawasan melalui pemberian nomor Faktur Pajak yang dikendalikan secara sistem oleh Direktorat Jenderal Pajak serta rencana penerapan sistem penerbitan Faktur Pajak secara elektronik yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.011/2013 serta PER – 16/PJ/2014.
Bentuk Faktur Pajak
Bentuk Faktur Pajak yang kita kenal selama ini Faktur Pajak yang berbentuk kertas yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagai pihak yang melakukan penyerahan Barang/Jasa Kena Pajak dengan bentuk dan tampilan yang minimal berisi informasi dan keterangan sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN), yaitu:
a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Selama ini,pengadaan Faktur Pajak diserahkan kepada Pengusaha Kena Pajak dengan bentuk dan ukuran Faktur Pajak yang disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena Pajak. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak ini dilakukan secara manual dengan menggunakan dokumen kertas (hardcopy). Sedangkan untuk penomoran Faktur Pajak, sejak 1 April 2013 (yang akhirnya baru diberlakukan untuk seluruh Pengusaha Kena Pajak mulai 1 Juni 2013), Pengusaha Kena Pajak harus mengajukan permohonan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar untuk memperoleh jatah nomor Faktur Pajak yang dapat digunakannya untuk menerbitkan Faktur Pajak.
Mulai 1 Januari 2014, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.011/2013 bentuk Faktur Pajak ditetapkan terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu berbentuk:
- kertas (hardcopy), adalah Faktur Pajak yang dibuat secara manual (tidak secara elektronik). Bentuk Faktur Pajak kertas ini adalah yang digunakan dan berlaku selama ini.
- elektronik, adalah Faktur Pajak yang dibuat secara elektronik. Bentuk dan tata cara pembuatan Faktur Pajak elektronik ini akan ditetapkan melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak (namun hingga tulisan ini dibuat, ketentuan ini masih belum diterbitkan).
Faktur Pajak Elektronik
Faktur Pajak Elektronik atau yang diistilahkan sebagai e-Faktur adalah merupakan bentuk Faktur Pajak yang baru akan diberlakukan oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak. Faktur Pajak Elektronik ini diklaim akan mempermudah proses administrasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Selain itu, dengan e-Faktur diharapkan akan lebih mudah bagi Direktorat Jenderal Pajak dalam melakukan pengawasan terhadap penerbitan Faktur Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Sehingga apabila ada Faktur Pajak yang tidak benar, fiktif atau Faktur Pajak yang telah diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak namun tidak dilaporkan dan disetorkan PPN yang telah dipungut, akan dapat dengan segera diidentifikasi oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak.
Untuk menerapkan pembuatan e-Faktur ini, pihak Direktorat Jenderal Pajak telah menyediakan aplikasi yang dapat diinstall di perangkat komputer Pengusaha Kena Pajak. Kelak e-Faktur ini akan otomatis terhubung ke program e-SPT, sehingga akan memudahkan Pengusaha Kena Pajak dalam membuat SPT Masa PPN secara elektronik menggunakan program e-SPT.
Rencananya untuk Wajib Pajak Besar, akan dibuat ketentuan yang mewajibkan Pengusaha Kena Pajak untuk menyediakan sistem pembuatan e-Faktur yang terhubung ke server di Direktorat Jenderal Pajak.
Satu keunggulan dari e-Faktur ini adalah Pengusaha Kena Pajak tidak perlu lagi mencetak Faktur Pajaknya dalam bentuk hardcopy dan tidak perlu lagi menandatangani Faktur Pajak secara manual karena nantinya akan diberikan barcode sebagai pengganti tandatangan manual.
Saat Dimulainya Penerapan Faktur Pajak Elektronik
Rencananya Direktorat Jenderal Pajak akan mulai melakukan uji coba penerapan e-Faktur ini mulai 1 Juli 2014. Untuk tahap pertama uji coba ini akan diterapkan di Kantor Pelayanan Pajak Besar, Kantor Wilayah Khusus dan Kantor Pelayanan Pajak Madya di wilayah DKI Jakarta.
Selanjutnya uji coba tahap kedua akan diterapkan untuk seluruh Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar di Jawa dan Bali yang dimulai pada tanggal 1 Juli 2015.